Kamis, 27 Februari 2014

Galau Obgyn ---> Galau BPJS --->Galau Lahiran



Hari ini genap sudah kehamilan saya menginjak usia 5 bulan. Semalam sudah kontrol pula ke dokter kandungan yang sudah ke-3 kalinya saya ganti. Yaa begiculah, sampe sekarang saya masih galau milih obgyn.
Prinsip saya, selama ada obgyn wanita, saya memprioritaskan untuk periksa kandungan ke mereka. Di Lombok ini saya sudah “nyoba” 2 dari 3 obgyn wanita. Sayangnya, keduanya menurut saya belum bikin sreg. Obgyn yang pertama galak dan mudah nge-judge, sedangkan yang satunya peragu, mungkin karena masih muda dan belum pengalaman punya anak sendiri. Dokter satunya lagi susah ditemui karena jadwalnya yang nggak match dengan jam kerja saya.
Maka,  saya pun memutuskan untuk mencoba berkonsultasi ke dokter pria. Suami selalu menemani setiap ke obgyn. Selama si dokter pria tidak memeriksa dengan metode trans-vaginal, suami mengizinkan. Tapi ternyata ke dokter inipun belum merasa sreg juga :D :D.
Kenapa nggak ke bidan aja? Kalau saya pribadi masih merasa belum bisa sepenuhnya percaya pada bidan. Terlebih bidan di tempat tinggal saya saat ini. Jangankan bidan delima, bidan biasa saja jarang ditemui. Terlebih lagi, untuk kehamilan kedua ini saya ingin melihat peluang saya untuk lahiran normal (karena kelahiran pertama cesar). Untuk itu, saya merasa perlu konsultasi ke dokter obgyn yang menurut saya lebih mampu mendiagnosa segala kemungkinan.
Belum lagi masalah pilah-pilih obgyn selesai, muncul lagi permasalahan baru. Sejak 1 Januari 2014, PT ASKES yang menaungi asuransi kesehatan pe en es macam saya ini berubah nama menjadi BPJS Kesehatan. Tapi rupanya, yang berubah tidak hanya nama, namun juga mekanisme pelayanannya. Kalau dulu PT ASKES bisa me-reimburst biaya yang kita keluarkan di Rumah Sakit/Klinik/Unit Kesehatan lainnya  yang bukan rekanannya, kini sudah tidak bisa lagi. BPJS hanya menerima klaim dari pasien yang dirawat di Rumah Sakit yang menjadi rekanannya saja. Dan dalam hal ini, yang menjadi RS Rekanan BPJS kebanyakan adalah rumah sakit plat merah (RS Pemerintah seperti RSUD) yang you know lah pelayanannya kayak gimana.
Padahal, saat baru ketahuan hamil pun saya sudah merencanakan untuk melahirkan di suatu RS Swasta yang (menurut saya) lumayan bagus dan profesional di kota tempat tinggal saya. Rumah Sakit ini tidak hanya punya obgyn-obgyn yang terpercaya, tapi juga pelayanan (mulai dari suster sampai cleaning service) yang ramah dan peduli. Pun juga karena ada program konseling laktasi yang oke punya.
Pulang ke rumah orang tua dan lahiran di sana tidak menjadi pilihan untuk saya. Secara, kami terpisah dua pulau dengan orang tua. Apalagi, ketentuan penerbangan sekarang menjadi lebih ketat untuk penumpang-penumpang yang tengah hamil besar. Dan tentunya saya juga tidak akan diizinkan cuti bersalin terlalu dini oleh instansi kerja saya. Belum lagi masih harus boyongan lagi bawa bayi baru lahir kembali ke perantauan. No Hope!
Oleh karena itu, pilihan yang saya punya hanyalah mulai kontrol ke obgyn di Rumah Sakit Pemerintah dan sekalian melahirkan di sana.
Sungguh menyesakkan sebenarnya ketika tau bahwa pelayanan poliklinik Rumah Sakit Pemerintah tersebut sudah tutup jam 14.00. Dan makin illfeel waktu saya telpon untuk menanyakan jadwal praktek obgyn, bagian informasinya malah tanya balik ke saya “obgyn itu apa ya, Mbak?” Duuuh...
Okelah, saat ini saya sedang cooling down. Nggak mau mikir yang susah-susah. Bumil kan harus bahagia, hehe. Lagipula kehamilan saya baru 5 bulan, masih ada banyak kemungkinan di depan sana.
Siapa tau dalam perjalanan kehamilan, saya akhirnya nemu obgyn yang pas di hati. Siapa tau BPJS yang baru berdiri itu manajemennya semakin baik, dan cakupan Rumah Sakit rekanannya juga lebih luas. Termasuk rumah sakit swasta yang jadi incaran saya, hehe. Amiin.
Yuk ah. Cukup sekian curhatnya. Balik kerja lagi ^^.