Belakangan ini, saya sering berkutat di dunia jejamuan, khususnya jamu kunyit.
Maag suami yang lebih sering kambuh ditambah nyeri tamu bulanan membuat saya harus memutar otak untuk mencari penyembuhan alternatif agar kami tidak sering-sering mengkonsumsi obat kimia. Jamu kunyit adalah salah satu alternatif yang kami pilih.
|
Penampakan tangan kalau sudah berurusan dengan kunyit |
Untuk membuatnya, biasanya saya akan mengupas 3 buah kunyit seukuran telunjuk kemudian diblender dengan sedikit air masak. Blenderan kunyit tersebut lantas saya saring dengan kain bersih. Selanjutnya, rasanya tinggal disesuaikan dengan selera. Untuk obat maag suami, biasanya saya tambahkan madu, sejumput garam, dan sedikit air jeruk nipis. Suami biasanya tidak suka rasa kunyit yang terlalu pekat, maka dari itu saya biasanya menambahkan air lagi.
|
Ini kunyit yang sudah siap minum. Jika disimpan di kulkas, bisa tahan sampai 3 hari |
Sedangkan untuk obat nyeri datang bulan, saya lebih suka kunyitnya diiris tipis atau dicincang, kemudian direbus dengan air dan sedikit asam jawa. Untuk pemanisnya, Saya lebih memilih menggunakan madu daripada gula. Biar pas, saya tambahkan juga sedikit garam.
.........
Minggu depan, suami akan berangkat tugas pemeriksaan ke Toba Samosir selama satu bulan lebih. Tentu saja saya khawatir kalau maagnya tetiba kumat di sana. Memang sih, obat maag komersil pasti banyak dijual di sana. Tapi, menurut saya obat-obatan itu hanya menyembuhkan sementara, sedangkan Si Jamu Kunyit lebih bisa diandalkan untuk treatment rutin.
Awalnya saya putuskan untuk membelikan suami kunyit bubuk di swalayan dekat kantor, plus jeruk lemon, dan madu. Tapi, setelah percobaan pertama membuat jamu dari kunyit bubuk ini, rasanya jauh dari harapan. Entahlah, aroma kunyitnya terasa tidak natural dan rasanyapun aneh sekali. Saya saja tidak suka, apalagi suami.
.....
Saya teringat, saat SMP dulu, saya punya teman namanya Johannes yang ibunya punya kedai jamu buatan sendiri. Saya dan ibu saya juga lumayan sering beli jamu di kedai tersebut. Mama Johannes yang akrab disapa Cicik (panggilan untuk wanita TiongHoa) ini meracik jamu langsung di hadapan para pembeli. Di meja kerjanya sudah tersedia toples-toples besar berisi kunyit bubuk, temulawak bubuk, dan beberapa jamu bubuk lainnya.
Cicik ini tidak sembarangan dalam meracik jamu. Ia juga menguasai ilmu pengobatan tradisional. Seringkali para pembeli datang tanpa tahu jamu apa yang sebaiknya ia minum. Maka Cicik akan menanyakan keluhan kesehatan yang diderita para pembeli, mirip seperti dokter sedang mendiagnosa suatu penyakit. Nah, setelah itu barulah ia meracik jamu yang cocok untuk mengobati si pasien...eh si pembeli.
Seringkali, saya melihat Cicik menjemur banyak sekali kunyit di halaman rumahnya. Pernah juga saya bertemu dengannya di Tukang Seleb membawa beberapa plastik berisi kunyit dan temulawak kering.
Tukang Seleb adalah sebutan untuk penjual jasa Seleb. Seleb adalah nama mesin untuk mengubah hampir apapun menjadi bubuk, seperti kopi, beras, temasuk juga kunyit dan temulawak kering punya Cicik.
.....
Berbekal memori tentang Jamu Mama Johannes tersebut, saya memutuskan untuk membuat sendiri jamu kunyit bubuk untuk dibawa suami ke Toba Samosir.
Pertama-tama, saya cuci bersih sekitar 200 gram kunyit segar. Saya sikat kulitnya agar tanah pada kulit kunyit bersih seluruhnya (karena nantinya kunyit kunyit ini tidak saya kupas). Selanjutnya, kunyit saya cincang kasar menggunakan mincer. Mencincang dengan mincer menurut saya lebih efektif daripada memotong tipis tipis.
Awalnya, setelah dicincang, kunyit saya ratakan di atas nampan, lalu dijemur di bawah terik matahari. Tapi, rupanya cuaca tidak mendukung. Berhubung mendung, kunyit-kunyit saya tidak kunjung kering.
Solusinya, saya harus mengeringkan kunyit menggunakan oven. Oven saya atur pada suhu 130℃, waktunya saya atur 60 menit, panas atas bawah. Saat "menjemur" menggunakan oven, biarkan tutupnya agak terbuka.
Rupanya, tidak perlu waktu 60 menit untuk membuat kunyit-kunyit saya kering. Cuma sekitar 25 sampai 30 menit saja.
Tahap selanjutnya, kunyit saya haluskan menggunakan grinder, kemudian di ayak, yang masih kasar dihaluskan lagi, ayak lagi, begitu seterusnya sampai tidak ada lagi serbuk kunyit yang masih kasar.
Terakhir, tentunya mengetes rasa. Kunyit bubuk homemade saya seduh dengan air hangat, ditambah madu, lemon, dan garam. Kata Pak Suami, kunyit bubuk yang ini rasanya jauh lebih enak daripada yang dibeli di swalayan.
|
Hasil kunyit bubuk buatan sendiri |
Alhamdulillah, yang homemade dan alami memang selalu lebih baik. ^___^
Sebagai catatan, saya juga pernah melihat proses pembuatan jamu kunyit serbuk yang dibuat dari sari kunyit (yang sudah dipisahkan dengan ampasnya), lalu dimasak menggunakan baanyak sekali gula. Campuran ini dimasak sambil terus diaduk-diaduk (yang saya lihat, memasaknya menggunakan wajan besar).
Semakin lama diaduk, cairan sari kunyit akan semakin menyusut, sedangkan gulanya terkaramelisasi dan kembali mengkristal. Kristal-kristal gula ini tidak lagi hanya berasa manis, tapi juga sudah mengandung rasa kunyit.
Nah, gula rasa kunyit ini kemudian dihaluskan lagi hingga menjadi bubuk.
....
Kunyit bubuk juga bisa dijadikan lulur lho. Kunyit bubuk ini sebaiknya dicampur dengan tambahan bahan lainnya seperti tepung beras dan/atau temu giring bubuk. Penggunaan kunyit bubuknya juga jangan terlalu banyak, alih-alih dapat kulit kuning langsat sehabis luluran, yang ada malah dapat kulit kuning ngejreng! Hehe. Untuk pemakaiannya, lulur kunyit ini bisa dicampur dengan air dan bila suka bisa ditambahkan dengan essential oil.
Selamat mencoba!